Jumat, 17 Februari 2017

Tradisi anti korupsi dalam Budaya Papua



Pada saat ini Pemerintah Pusat dan Daerah sedang gencar - gencarnya menyelamatkan keuangan Negara dengan memberlakukan Undang - Undang anti korupsi. Untuk memperkenalkan budaya anti korupsi sejak dini kepada anak - anak, telah diciptakan berbagai permainan anti korupsi. Dengan tujuan agar sejak dini anak - anak tumbuh menjadi generasi anti korupsi.

Jika kita melihat ke belakang dan mau belajar kebudayaan tradisional terdapat ajaran tentang nilai - nilai anti korupsi. Sebagai contoh dalam kebudayaan tradisional suku - suku di Papua yang bermukim di Pegunungan, lembah - lembah, rawa dan pesisir pantai terdapat nilai - nilai budaya anti korupsi. Dalam orientasi nilai budaya yang mengatur hubungan antar manusia dengan  manusia dan hubungan manusia dengan alam terdapat nilai - nilai anti korupsi yang berhubungan erat dengan pemanfaatan sumber daya alam.

Pada masyarakat Pegunungan ketika mereka membuat kebun seluruh areal kebun yang ditanam diberi pagar. Tujuannya agar tanaman tidak dirusak oleh hewan liar, seperti babi hutan. Pembuatan pagar pada kebun juga sebagai simbol kepemilikan dan tidak boleh masuki oleh orang lain. Hasil kebun dapat dinikmati oleh orang lain ketika pemilik kebun memanen hasilnya. Apabila ada orang yang mengambil hasil kebun tanpa ijin atau mencuri akan diberi sangsi dan dikucilkan oleh masyarakat.

Demikian halnya masyarakat di daerah pesisir pantai, walaupun laut itu luas namun mereka memiliki batas - batas tempat mencari ikan. Biasanya mereka menggunakan batas alam. Tiap anggota klen diperbolehkan mencari ikan dalam areal ulayat klennya jika menangkap ikan diluar wilayah ulayatnya dipandang telah mengambil milik klen lain.

Begitu pula hal nya suku - suku yang bermukim di daerah lembah dan rawa yang banyak ditumbuhi hutan sagu. Walaupun secara kasat mata kita melihat hutan sagu terbentang sangat luas dan bertumbuh secara alami. Namun masyarakat suku di daerah ini memiliki pengetahuan tentang batas dusun sagu dari setiap klen. Setiap anggota klen hanya dapat mengambil sagu di dalam areal dusun sagu milik klennya, mereka tidak dapat mengambil sagu di dusun sagu milik orang lain.

Nilai - nilai budaya tentang  "milik saya" dan "bukan milik saya" dalam kehidupan suku - suku tradisional di Papua tersebut memperlihatkan kepada kita bahwa secara tradisional orang telah memiliki aturan adat yang mengatur kepemilikan terhadap SDA dan melarang lahirnya budaya mencuri atau menjarah milik orang lain. Mengajarkan kepada orang tentang budaya hidup bersih dari korupsi. Boleh makan dari hasil kerjanya dan apa yang menjadi miliknya. Tidak boleh makan makanan milik  orang lain.

Ulasan di atas, menerangkan bahwa  nilai - nilai anti korupsi yang pemerintah berusaha menanamkan kepada semua masyarakat secara khusus sejak dini kepada anak - anak, sebenarnya telah kita kenal sejak nenek moyang dalam kebudayaan tradisional suku - suku di Indonesia, khususnya Papua. Ironisnya, kita  sekarang cenderung belajar budaya orang lain sehingga cenderung mengadopsi budaya orang lain dari pada budaya kita sendiri yang mengajarkan banyak nilai positif yang dapat dijadikan pedoman hidup kita.


Minggu, 12 Februari 2017

Sekolah kualitas baik VS Sekolah kualitas standart di Papua

Semua orang tua tentunya mendambakan anak - anaknya menempuh pendidikan pada sekolah - sekolah yang memiliki kualitas pendidikan baik namun hal itu tidak sesuai dengan harapan. Sekolah dengan kualitas baik termasuk sekolah negeri yang seharus menerima anak - anak dari keluarga kelas ekonomi menengah ke bawah malah cenderung memilih menerima siswa anak pejabat dan pengusaha besar terutama siswa non Papua.

Mayoritas anak - anak Papua bersekolah pada sekolah swasta terutama sekolah yang dibangun oleh Yayasan Pendidikan Kristen (YPK), Yayasan Pendidikan dan Persekolahan Katolik(YPPK), dan Yayasan Advent. Sejak awal orang Papua mengenal Peradaban gereja memilliki peran yang penting dalam proses memanusiakan orang Papua. Dengan fasilitas yang terbatas mereka berusaha memperkenalkan peradaban modern, termasuk memperkenalkan sistem pendidikan formal. Walaupun sekarang terdapat beberapa sekolah Katolik yang menyimpang dari misi YPPK di tanah Papua dengan memilih menerima siswa non Papua dengan porsi lebih dari pada siswa Papua.

Sangat ironis apabila sekolah - sekolah Negeri yang dibangun di Papua tidak memperdulikan pendidikan untuk orang Papua. Padahal sudah sewajarnya anak - anak asli Papua diterima disekolah Negeri dengan porsi yang sama dengan anak - anak non Papua atau pendatang. Dengan demikian pemerintah membantu meringankan biaya pendidikan bagi siswa asli Papua yang berasal dari keluarga ekonomi menengah ke bawah.

Fenomena ini sudah seharusnya menjadi perhatian para pemimpin di Papua bahwa menyiapkan anak - anak Papua dengan pendidikan berkualitas baik sejak dini berarti kita telah menyiapkan para pemimpin Papua masa depan berkualitas pula. Langkah awal yang dibuat oleh mantan Bupati Jayapura Matius Awaitouw dengan membuat program penerimaan khusus untuk putra/i Papua di SMU Negeri I Sentani dan pembentukan kelas proteksi untuk siswa Papua jurusan IPA.

Jumat, 10 Februari 2017

Beras Orang Miskin (Raskin) VS Pakan Lokal

Tujuan pemerintah dalam rangka mensejahterakan masyarakat miskin dengan program pemberian RASKIN sangat baik. Namun di sisi lain pemberian RASKIN untuk memenuhi kebutuhan pangan rakyat kecil mematikan semangat bekerja para petani di luar Pulau Jawa, termasuk Papua. Masyarakat di luar Pulau Jawa selain mengkonsumsi beras, mereka juga mengkonsumsi pangan lokal, seperti ubi jalar, ubi kayu, talas, sagu dan Jagung. Yang tentunya memiliki kandungan gizi yang hampir mirip dengan konsumsi nasi.

Kebijakan Pemerintah ini secara langsung telah mematikan tradisi konsumsi pangan lokal pada masyarakat Indonesia di Papua. Semangat para petani lokal yang adalah petani peladang berpindah - pindah mulai  berkurang dan menghilang untuk mengolah tanah menanam pakan lokal. Mereka cenderung berharap pada pasokan beras Raskin dari Pemerintah. Etos kerja petani yang telah tertanam sejak nenek moyang perlahan - lahan tergerus dan nyaris hilang. Daerah - daerah pedesaan yang dulu petaninya  rajin bekerja tidak nampak lagi. Orang mulai malas bekerja karena ketergantungan pada beras Raskin.

Fenomena ini disatu sisi menguntungkan petani di daerah - daerah penghasil beras namun disisi lain melahirkan ketergantungan dan menghilangkan etos kerja petani  Papua. Secara sadar pula menghilangkan tradisi konsumsi pangan lokal seperti betatas, kasbi, keladi dan papeda pada orang Papua. Padahal keberadaan pangan lokal ini sangat penting sebagai antisipasi apabila terjadi gagal panen padi atau kekurangan produksi padi, masyarakat akan tetap hidup karena dapat mengkonsumsi pangan lokal tersebut.

Selain itu pengenalan makanan lokal pengganti padi sangat penting juga untuk diperkenalkan kepada generasi muda agar mereka mengetahui bahwa Indonesia adalah negara yang kaya alamnya, dan memiliki multi etnik dengan keberagaman budaya salah satunya adalah makanan tradisionalnya yang juga dapat dikonsumsi sebagai pengganti beras.


Rabu, 01 Februari 2017

Bodoh dan Goblok dua kata yang lazim digunakan di Papua

Kata bodoh dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia memiliki 2 (dua) pengertian yaitu 1) kata bodoh dapat diartikan dengan tidak lekas mengerti, tidak mudah tahu, atau tidak dapat mengerjakan dan sebagainya. Dua  (2) kata bodoh berarti tidak memiliki pengetahuan atau pengalaman. Berdasarkan dua pengertian tersebut maka penggunaan kata bodoh secara sengaja maupun tidak sengaja berarti merendahkan harga diri seseorang.

Pada beberapa daerah di Indonesia kata bodoh jarang digunakan bahkan mungkin tidak pernah digunakan. Bahkan salah seorang guru besar di UGM Yogyakarta terkejut ketika mendengar  bahwa  kata bodoh adalah kata yang lazim digunakan di Papua. Kata bodoh digunakan mulai dari lingkungan masyarakat umum  hingga lembaga formal seperti lembaga pendidikan. Dalam proses belajar sering sekali terdengar seorang guru berkata "bodoh kau" atau "goblok sekali kau".

Penggunaan kata bodoh pada lingkungan pendidikan secara langsung menciptakan perasaan minder dan rendah diri kepada murid. Apabila  secara mental murid siap menerima kata bodoh tersebut dia akan tetap bertahan menempuh pendidikan meraih kesuksesan dan menunjukkan kepada gurunya bahwa"Saya Tidak Bodoh" tetapi sebaliknya jika secara mental murid tidak siap menerima ucapan "bodoh kau" dari seorang guru maka murid itu memilih untuk berhenti sekolah atau pindah ke sekolah lain yang lebih humanis.

Fenomena ini merupakan fenomena yang lazim sehingga tidak banyak orang memperdulikannya, bahkan mungkin tidak menganggap sebagai suatu masalah yang serius. Tetapi perlu kita amati secara bijak bahwa penggunaan kata - kata yang berkonotasi negatif dan merendahkan harga diri seseorang secara langung membentuk mental seseorang menjadi kerdil dan menghilangkan rasa percaya diri. Seseorang terkadang tidak berani berargumentasi dan menyampaikan aspirasinya di depan umum karena takut apa yang dikemukakan salah atau malah jadi bahan celaan orang lain.

Dampak dari upaya merendahkan harga diri dengan penggunaan kata bodoh tersebut tampak pada timbulnya perasaan anti atau benci pada kelompok ras tertentu. Penggunaan kata bodoh sebenarnya merupakan kata - kata yang sering dilontarkan oleh para penjajahan kepada rakyat jajahannya. Hal itu dilakukan karena mereka merasa superior  dalam berbagai hal, sedang para kaum terjajahan dipandang inferior dan lemah. 

Penggunaan kata bodoh juga merupakan salah satu bentuk kekerasan psikologis terhadap anak. Untuk itu sangat perlu diberikan bimbingan psikologis kepada para calon pendidik agar dapat memahami metode psikologis yang tepat dalam melaksanakan proses pendidikan untuk anak - anak Papua.







 

Natal Momen Paling Bahagia Bagi Orang Papua . By.. Monica Nauw

 Natal atau kehiran Yesus adalah momen bahagia bagi semua umat Kristen di dunia dan khusus umat Kristen di Papua.  Pulau Papua yang merupaka...